Powered By Blogger

Jumat, 19 November 2010

PERMAINAN KHAS RIAU


GASING

Menurut Wikipedia Indonesia, gasing adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan untuk berjudi dan ramalan nasib.

Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.

Gerakan gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar terhuyung-huyung untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki (paksi) dengan permukaan tanah membuatnya tegak. Setelah gasing berputar tegak untuk sementara waktu, momentum sudut dan efek giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya bagian badan terjatuh secara kasar ke permukaan tanah.

Gasing di berbagai negara berbeda-beda jenisnya. Di Indonesia gasing merupakan salah satu permainan tradisional Nusantara, walaupun sejarah penyebarannya belum diketahui secara pasti.

Di wilayah Pulau Tujuh (Natuna), Kepulauan Riau, permainan gasing telah ada jauh sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal sejak 1930-an. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Biasanya, dilakukan di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya keras dan datar. Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan ataupun beregu dengan jumlah pemain yang bervariasi, menurut kebiasaan di daerah masing-masing. Hingga kini, gasing masih sangat populer dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan warga di kepulauan Rian rutin menyelenggarakan kompetisi. Sementara di Demak,biasanya gasing dimainkan saat pergantian musim hujan ke musim kemarau. Masyarakat bengkulu ramai-ramai memainkan gasing saat perayaan Tahun Baru Islam, 1 Muharram.

Sejumlah daerah memiliki istilah berbeda untuk menyebut gasing. Masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya gangsing atau panggal. Masyarakat Lampung menamaninya pukang, warga Kalimantan Timur menyebutnya begasing, sedangkan di Maluku disebut Apiong dan di Nusatenggara Barat dinamai Maggasing. Hanya masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Tanjungpinang dan Kepulauan Riau yang menyebut gasing.

Nama maggasing atau aggasing juga dikenal masyarakat bugis di Sulawesi Selatan. Sedangkan masyarakat Bolaang Mangondow di daerah Sulawesi Utara mengenal gasing dengan nama Paki. Orang jawa timur menyebut gasing sebagai kekehan.Sedangkan di Yogyakarta, gasing disebut dengan dua nana berbeda. Jika terbuat dari bambu disebut gangsingan, dan jika terbuat dari kayu dinamai pathon.

Gasing memiliki beragam bentuk, tergantung daerahnya. Ada yang bulat lonjong, ada yang berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga ada yang berbentuk seperti piring terbang. Gasing terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki (paksi). Namun, bentuk, ukuran danbgain gasing, berbeda-beda menurut daerah masing-masing.

Gasing di Ambon (apiong) memiliki kepala dan leher. Namun umumnya, gasing di Jakarta dan Jawa Barat hanya memiliki bagian kepala dan paksi yang tampak jelas, terbuat dari paku atau logam. Sementara paksi gasing natuna, tidak nampak.

Gasing dapat dibedakan menjadi gasing adu bunyi, adu putar dan adu pukul. Cara memainkan gasing, tidaklah sulit. Yang penting, pemain gasing tidak boleh ragu-ragu saat melempar gasing ke tanah. Gasing di pegang di tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang tali. Lilitkan tali pada gasing, mulai dari bagian paksi sampai bagian badan gasing. lilit kuat dan berputar.

Semua permainan itu adalah permainan masa kecil yang pernah saya mainkan bersama teman-teman kecil saya dahulu. Masih banyak lagi permainan dan aktivitas lain yang saya lakukan usai pulang sekolah. Mencuri waktu tidur siang dengan bermain di luar bersama teman-teman, bermain gambaran, bermain ke kebun ‘engkong’ (sebutan kakek teman saya yang asli Betawi ) hanya untuk memetik tebu atau buah jambu biji yang banyak terdapat di kebunnya, membuat rumah pohon diatas pohon belimbing untuk membaca buku komik, main gundu, main layang-layang dan masih banyak lagi permainan lainnya yang saya lakukan di masa kecil.

Rambut merah terbakar matahari, kulit yang menjadi hitam, bekas luka akibat sering terjatuh atau luka memar akibat terkena hantaman bola kasti ketika bermain bukan hal yang aneh di setiap harinya. Pernah suatu hari saya harus pulang dengan menahan gatal akibat bulu-bulu halus yang terdapat pada batang pohon bamboo menempel pada kaki dan tangan saya ketika mencoba membuat egrang bersama teman-teman. Resiko dari sebuah permainan, yang menurut saya tidak membahayakan malah sebaliknya dari semua pengalaman itulah saya banyak belajar dan membuat kita menjadi manusia yang berpikir kreatif.

Ali Oma

Asal Usul

Pada masyarakat di Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau, ada sejenis permainan yang disebut ali oma. Permainan ini dinamakan ali oma, karena pada waktu melakukannya diiringi oleh nyanyian ali oma. Inti dari permainan ali oma, sebenarnya sama dengan permainan petak umpet yang dimainkan oleh anak-anak yang ada di Jakarta, yaitu mencari tempat persembunyian pemain lain, sambil menjaga “benteng” pertahanannya, agar tidak disentuh atau dipegang oleh pemain lain. Dalam konteks ini, “benteng” adalah sebuah tembok atau batang pohon yang harus dijaga oleh seorang pemain dari “serangan” (sentuhan) pemain yang lain.

Konon, pada masa penjajahan Belanda, nama permainan ini bukanlah ali oma, melainkan “main sembunyi-sembunyi”, yang dilakukan oleh anak-anak pada malam hari di sekitar pekarangan rumah. Namun, sejak zaman kemerdekaan nama permainan tersebut disesuaikan dengan kata-kata yang terdapat dalam nyanyiannya, yaitu “Ali Oma”, dan dapat dimainkan pada waktu siang hari saat jam istirahat sekolah, maupun sore hari sambil menunggu waktu magrib.

Pemain

Jumlah pemain Ali Oma biasanya 5--20 orang, dengan usia 7--13 tahun. Permainan ini dapat dimainkan secara bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan. Dari sekian banyak pemain tersebut, hanya satu orang yang menjadi penjaga “benteng” (disebut Si jadi), sedangkan pemain yang lainnya (disebut penyuruk) akan bersembunyi sambil menunggu waktu yang tepat sebelum menyerang “benteng”

Tempat Permainan

Permainan yang disebut ali oma ini dapat dilakukan di mana saja; di halaman rumah, di halaman rumah adat, di halaman sekolah, ataupun di lapangan.

Peralatan Permainan

Peralatan yang digunakan dalam permainan Ali Oma sangat sederhana, yaitu hanya dengan memanfaatkan sebuah tembok atau batang kayu yang cukup besar, yang berfungsi sebagai “benteng” yang harus dijaga olehSi jadi dari “serbuan” pemain lain (penyuruk).

Aturan Permainan

Aturan permainan ali oma tergolong mudah, yaitu seorang pemain yang kebetulan mendapat giliran menjaga “benteng”, harus mencari penyuruk yang sedang bersembunyi. Apabila ia dapat menemukan seluruhpenyuruk, maka penyuruk yang pertama kali diketahui tempat persembunyiannya, akan menjadi penjaga “benteng”. Namun, apabila di tengah-tengah permainan “benteng” yang dijaganya berhasil disentuh atau dipegang oleh penyuruk yang belum tertangkap, maka penyuruk yang telah tertangkap akan “bebas” kembali, dan ia (Si jadi) harus mengulangi lagi mencari seluruh penyuruk.

Proses Permainan

Sebelum permainan dimulai, terlebih dahulu dipilih satu orang pemain yang akan menjadi penjaga “benteng” dengan jalan gambreng dan suit. Gambreng dilakukan dengan menumpuk telapak tangan masing-masing peserta yang berdiri dan membentuk sebuah lingkaran. Kemudian, secara serentak tangan-tangan tersebut akan diangkat dan diturunkan. Pada saat diturunkan, posisi tangan akan berbeda-beda (ada yang membuka telapak tangannya dan ada pula yang menutupnya). Apabila yang terbanyak adalah posisi telapak terbuka, maka yang memperlihatkan punggung tangannya dinyatakan menang dan gambreng akan diulangi lagi hingga nantinya yang tersisa hanya tinggal dua orang peserta. Kedua orang tersebut nantinya akan melakukan suit, untuk menentukan siapa yang akan menjaga “benteng” (Si jadi).

Setelah semuanya siap, Si jadi harus menghadap ke “benteng” dengan mata tertutup, sebelum pemain lainnya (penyuruk) bersembunyi. Tenggang waktu yang disediakan bagi para penyuruk untuk bersembunyi, adalah selama nyanyian ali oma. Begitu nyanyian selesai, maka Si Jadi baru diperbolehkan untuk mencari tempat persembunyian para penyuruk. Selama pencarian tersebut, Si jadi akan berlarian ke tempat-tempat yang dirasa ada penyuruknya. Apabila berhasil menemukan seorang penyuruk, maka ia dan Si penyuruk tersebut akan berlari secepatnya menuju “benteng”. Jika Si jadi berhasil menyentuh “benteng” terlebih dahulu, berartiSi penyuruk berhasil ditangkap. Begitu seterusnya, hingga seluruh penyuruk berhasil ditangkap, dan permainan dimulai kembali dengan penyuruk pertama yang tertangkap menjadi penjaga “benteng”. Namun, apabila Si jadi kalah cepat dibanding Si penyuruk, maka penyuruk tersebut “bebas” dan dapat bersembunyi lagi. Si jadi juga akan tetap menjaga “benteng”, jika sebelum seluruh penyuruk tertangkap, “benteng” telah berhasil “dikuasai” (disentuh) oleh salah seorang penyuruk. Permainan ali oma akan berakhir apabila para pemainnya telah merasa lelah atau puas bermain.

Nilai Budaya

Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan yang disebut sebagai Ali Oma ini adalah tolong-menolong, kerja keras, dan sportivitas. Nilai tolong-menolong tercermin ketika ada penyuruk yang tertangkap, makapenyuruk lainnya akan menolongnya dengan berusaha menyerang “benteng”. Sebab, dengan bobolnya “benteng” berarti yang tertangkap akan bebas dan dapat bersembunyi lagi. Nilai kerja keras tercermin dalam usaha Si jadi untuk menjaga “benteng” dan mencari tempat persembunyian para penyuruk. Usaha ini memerlukan kerja keras dari Si jadi, sebab untuk menjaga “benteng” dan mencari penyuruk seorang diri, bukan suatu hal mudah. Sedangkan nilai sportivitas tercermin dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang selama permainan berlangsung dan bersedia menggantikan posisi pemain yang menjaga “benteng”. (AG/bdy/02/5-07)

Permainan Tali Merdeka (Riau)

1.Asal Usul
Permainan Tali Merdeka adalah sebutan untuk mereka yang tinggal di Provinsi Riau. Di daerah yang masyarakatnya adalah pendukung kebudayaan Melayu ini ada sebuah permainan yang disebut sebagai tali merdeka. Inti dari permainan ini adalah melompat tali-karet yang tersimpul. Penamaan permainan ini ada kaitannya dengan tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan pemain itu sendiri, khususnya pada lompatan yang terakhir. Pada lompatan ini (yang terakhir), tali direnggangkan oleh pemegangnya setinggi kepalan tangan yang diacungkan ke udara. Kepalan tangan tersebut hampir mirip dengan apa yang dilakukan oleh para pejuang ketika mengucapkan kata “merdeka”. Gerakan tangan yang menyerupai simbol kemerdekaan itulah yang kemudian dijadikan sebagai nama permainan yang bersangkutan. Kapan dan dari mana permainan ini bermula sulit diketahui secara pasti. Namun, dari nama permainan itu sendiri dapat diduga bahwa permainan ini muncul di zaman penjajahan. Sebenarnya di daerah lain indonesia juga banyak di temukan permainan ini tapi dengan nama yang berbeda misal dengan nama Lompat Tali, Lompatan dll

2. Pemain
Pemain tali merdeka ini berjumlah 3--10 orang. Pemain dibagi dalam dua kelompok, yaitu pemegang karet dan pelompat karet. Pada umumnya permainan ini dilakukan oleh kaum perempuan yang masih berusia antara 7--15 tahun. Kaum perempuan yang telah berumur lebih dari 15 tahun biasanya akan segan untuk ikut bermain, karena takut auratnya akan terlihat sewaktu melompati tali karet. Kalau pun ada yang ikut bermain, biasanya hanya sebagai penggembira saja dan hanya melompat saat ketinggian tali masih sebatas lutut atau pinggang. Sedangkan kaum laki-laki hanya kadang kala saja ikut serta dalam permainan.

3. Tempat Permainan
Permainan ini tidak membutuhkan tempat yang luas. Oleh karena itu, dapat dimainkan di mana saja dan kapan saja, seperti: di halaman sekolah (pada waktu istirahat) dan di halaman rumah.

4. Peralatan Permainan
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini adalah karet-karet gelang yang dianyam memanjang. Cara menganyamnya adalah dengan menyambungkan dua buah karet pada dua buah karet lainnya hingga memanjang dengan ukuran sekitar 3--4 meter. Karet-karet tersebut berbentuk bulat seperti gelang yang banyak terdapat di pasar-pasar tradisional. Karet tersebut tidak dijual perbuah, melainkan dalam bentuk satuan berat (gram, ons, dan kilo). Fungsi karet pada umumnya adalah sebagai pengikat plastik-plastik pembungkus makanan, pengikat rambut dan barang-barang lainnya yang tidak membutuhkan pengikat yang kuat, karena karet akan mudah putus jika dipakai untuk mengikat terlalu kuat pada suatu benda. Oleh karena itu, sewaktu membuat anyaman untuk membentuk tali karet, diperlukan dua buah karet yang disambungkan dengan dua buah karet lain agar tidak lekas putus oleh anggota tubuh pemain yang sedang melompat. Ada kalanya tali-karet dianyam dengan menyambungkan 3--4 buah karet sekaligus, agar tali menjadi semakin kuat dan dapat dipakai berkali-kali.

5. Aturan Permainan
Permainan tali merdeka tergolong sederhana karena hanya melompati anyaman karet dengan ketinggian tertentu. Jika pemain dapat melompati tali-karet tersebut, maka ia akan tetap menjadi pelompat hingga merasa lelah dan berhenti bermain. Namun, apabila gagal sewaktu melompat, pemain tersebut harus menggantikan posisi pemegang tali hingga ada pemain lain yang juga gagal dan menggantikan posisinya. Ada beberapa ukuran ketinggian tali karet yang harus dilompati, yaitu: (1) tali berada pada batas lutut pemegang tali; (2) tali berada sebatas (di) pinggang (sewaktu melompat pemain tidak boleh mengenai tali karet sebab jika mengenainya, maka ia akan menggantikan posisi pemegang tali; (3) posisi tali berada di dada pemegang tali (pada posisi yang dianggap cukup tinggi ini pemain boleh mengenai tali sewaktu melompat, asalkan lompatannya berada di atas tali dan tidak terjerat); (4) posisi tali sebatas telinga; (5) posisi tali sebatas kepala; (6) posisi tali satu jengkal dari kepala; (7) posisi tali dua jengkal dari kepala; dan (8) posisi tali seacungan atau hasta pemegang tali.

6. Proses Permainan
Sebelum permainan diadakan, terlebih dahulu akan dipilih dua orang pemain yang akan menjadi pemegang tali dengan jalan gambreng dan suit. Gambreng dilakukan dengan menumpuk telapak tangan masing-masing peserta yang berdiri dan membentuk sebuah lingkaran. Kemudian, secara serentak tangan-tangan tersebut akan diangkat dan diturunkan. Pada saat diturunkan, posisi tangan akan berbeda-beda (ada yang membuka telapak tangannya dan ada pula yang menutupnya). Apabila yang terbanyak adalah posisi telapak terbuka, maka yang memperlihatkan punggung tangannya dinyatakan menang dan gambreng akan diulangi lagi hingga nantinya yang tersisa hanya tinggal dua orang peserta yang akan menjadi pemegang tali. Kedua orang tersebut nantinya akan melakukan suit, untuk menentukan siapa yang terlebih dahulu akan menggantikan pemain yang gagal ketika melompat. Suit adalah adu ketangkasan menggunakan jari-jemari tangan, khususnya ibu jari, jari telunjuk dan jari kelingking. Ibu jari dilambangkan sebagai gajah, jari telunjuk sebagai manusia dan jari kelingking sebagai semut. Apabila ibu jari beradu dengan jari telunjuk, maka ibu jari akan menang, karena gajah akan menang jika bertarung dengan seorang manusia. Namun apabila ibu jari beradu dengan jari kelingking, maka ibu jari akan kalah, sebab semut dapat dengan mudah memasuki telinga gajah, sehingga gajah akan kalah. Sedangkan apabila jari kelingking beradu dengan jari telunjuk, maka jari kelingking akan kalah, sebab semut akan kalah dengan manusia yang mempunyai banyak akal.
Setelah semuanya siap, maka satu-persatu pemain akan melompati tali dengan berbagai macam tahap ketinggian yang telah disebutkan di atas. Pada ketinggian-ketinggian yang sebatas lutut dan pinggang, umumnya para pemain dapat melompatinya, walaupun pada ketinggian tersebut tali tidak boleh tersentuh tubuh pemain. Pada tahap ketinggian yang sebatas dada hingga satu jengkal di atas kepala, mulai ada pemain yang merasa kesulitan untuk melompatinya. Pergantian pemegang tali mulai banyak terjadi pada saat ketinggian tali sebatas hingga dua jengkal di atas kepala. Tahap yang paling sulit adalah ketika tali berada seacungan hasta pemegangnya. Pada tahap ketinggian seperti ini, pada umumnya hanya pemain-pemain yang memiliki postur tubuh yang tinggi dan atau sering bermain tali merdeka saja yang dapat melompatinya. Agar mempermudah lompatan, pemain juga boleh melakukan gerakan berputar menyamping, yang jika diamati akan nampak seperti perputaran baling-baling. Gerakan berputar pada umumnya dilakukan oleh anak laki-laki. Selain berputar, pemain juga boleh memegang dan menurunkan tali terlebih dahulu sebelum melompat. Cara ini biasanya dilakukan oleh anak-anak perempuan. Pemain yang telah berhasil melompati tali yang setinggi acungan tangan, akan menunggu pemain lain selesai melompat. Dan, setelah seluruh pemain berhasil melompat, maka tali akan diturunkan kembali sebatas lutut. Begitu seterusnya, hingga pemain merasa lelah dan berhenti bermain.


7. Nilai Budaya
Permainan yang disebut sebagai tali merdeka ini mengandung nilai kerja keras, ketangkasan, kecermatan dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat pemain yang berusaha agar dapat melompati tali dengan berbagai macam ketinggian. Nilai ketangkasan dan kecermatan tercermin dari usaha pemain untuk memperkirakan antara tingginya tali dengan lompatan yang akan dilakukannya. Ketangkasan dan kecermatan dalam bermain hanya dapat dimiliki, apabila seseorang sering bermain dan atau berlatih melompati tali merdeka. Sedangkan nilai sportivitas tercermin dari sikap pemain yang tidak berbuat curang dan bersedia menggantikan pemegang tali jika melanggar peraturan yang telah ditetapkan dalam permainan.

Sondok-Sondokan

Permainan Tradisional di Kabupaten Kuantan Singini (Kuansing) angsur-angsur mulai menghilang dikalangan anak-anak di Kuantan Singingi, seperti Permainan Gasing. Begitu pula dengan Cerita Rakyat Kuansing seperti Ombak Nyalo Simutu Olang. Berikut ini adalah paparan tentang salah satu Permainan Tradisional Anak-anak di Kuansing.

Sondok-sondokan adalah permainan tradisional di Kuansing tepatnya di Kenegerian Sentajo. Sondok-sondokan atau cari-carian merupakan permainan anak-anak tempo dulu, dimana permainan ini diangkat dari disebuah desa yang ada di Kenegerian Sentajo lebih tepatnya di Koto Sentajo. Apakah permainan ini ada diseluruh Desa sekenegerian sentajo? Penulis tidak tau persis, karena permainan ini ada pada masa kanak-kanak, dimana kegiatan yang dilakukan anak-anak pada masa itu selalu tidak akan terlalu jauh dari lingkungan mereka, maklumlah kehidupan dikampung pada tahun 80an.

Koto Sentajo terutama pada dusun Gonting memiliki kontur dengan sedikit berbukit sehingga semakin nyaman digunakan untuk permainan Sondok-sondok an, apalagi ditambah dengan adanya pelak milik masyarakat, dimana pelak ini semangkin menciptakan semangat permainan bagi para peserta, sebab didalam pelak ini selalu terdapat tumbuh-tumbahan yang ditanam pemiliknya untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti Pisang, Jeruk nipis, terong, Kunyit dan berbagai keperluan dapur lainnya. Dengan adanya berbagai tanaman dalam pelak Tersebut semakin elok sebagai tempat permainan ini.

Permainan Sondok-sondok an terbagi menjadi 2 Jenis Permainannya yaitu Tonggak Dingin dan Tonggak Bantuan, dimana kedua permainan ini mempunyai perbedaan, tonggak dingin biasanya dilakukan oleh anak-anak yang lebih kecil dari peserta Tonggak Bantuan, dimana peserta Tonggak Bantuan berumur antara 11 – 14 tahun, permainan tonggak dingin selalu dilakukan pada siang hari, sedangkan Tonggak bantuan Dilakukan Pada malam hari pada saat terang bulan, baik pada saat cahaya bulan penuh maupun pada cahaya bulan sabit, dimana pada saat bulan sabit akan lebih menantang karena cahaya dengan sedikit gelap dan samar-samar.

Waktu permainan ini biasanya dilakukan setelah pulang mengaji sekitar jam 20.00 WIB, pada malam-malam sekolah biasanya sampai jam 22.00 WIB, tapi tidak terlalu sering permainan ini dilakukan pada malam-malam tersebut kecuali hari libur sekolah, biasanya permainan ini sering dilakukan pada malam minggu, dimana pada malam minggu biasanya dilakukan sampai larut malam, dan tidak tertutup kemungkinan sampai jam 00.00 WIB.

Dalam permainan ini menggunakan Tonggak sebagai alat bantu utama, dimana tonggak yang digunakan yaitu Pohon yang ada disekitaran lokasi permainan, dimana tonggak yang pakai untuk permainan tersebut hanya 1 pohon. Pada tulisan ini hanya akan menceritakan permainan sondok-sondok an tonggak bantuan.

Penetapan kawan
Sebelum permainan dimulai maka harus dilakukan dulu penetapan kawan masing-masing, dimana satu regu hanya terdiri dari 2 (dua) orang, dalam pembagian kawan ini bisa ditentukan secara langsung seperti sit jari dan bisa juga dengan cara undian, walaupun permainan dimalam hari pesertanya bukan saja laki-laki namun perumpuan juga tidak ketinggalan untuk ikut serta, jumlah regu yang akan bermain tidak terbatas, sebab dalam hal ini tergantung berapa jumlah yang ada pada malam itu, idealnya dalam permainan paling sedikit sekitar 7 Regu atau 14 orang, semakin banyak regu dalam permainan ini semakin seru dalam pelaksanaannya.

Penentuan Batas
Apabila regu atau pasangan masing-masing telah didapat dan ditetapkan, langkah berikut adalah menetapkan batas-batas persembunyian yang akan disepakati bersama, melalui musyawarah yang tidak terlalu lama biasanya batas-batas bisa ditentukan, jarak terjauh dari tiang biasanya berkisar 250 M, dalam penetapan batas ini tidak terfokus pada jauhnya jarak, namun biasanya ditentukan dengan menunjuk pada objek-objek tertentu seperti jalan, rumah penduduk, Pinggir Sawah dan sebagainya.

Pada kesempatan ini juga membahas pelanggaran yang dilakukan oleh masing-masing regu, dimana pelanggaran yang dilakukan akan mengakibatkan kekalahan akan berpindah pada pihak yang melanggar aturan yang telah disepakati bersama. Ada dua pelanggaran yang harus diwaspadai oleh para peserta pertama memegang tonggak sebelum yang kalah memegang Tonggak tersebut. Kedua Melewati batas yang telah ditetapkan melebihi batas toleransi, pada pelanggaran ini biasanya sangat dituntut kejujuran, sebab apabila ada salah satu peserta melewati batas dan diketahui oleh peserta selain regu yang melanggar, dengan saksi lebih dari 3 orang, maka yang mengetahui tadi akan melapor pada yang kalah, maka berpindahlah kemenangan pada yang kalah tadi dan permainan harus di ulang.

Inti Permainan
Saatnya permainan dimulai, tapi sebelum permainan dimulai tentu ada yang kalah, dimana yang kalahlah yang akan mencari orang yang ber sembunyi nanti, dalam penentuan regu kalah biasanya yang lazim dilakukan dengan cara sit jari, dimana salah seorang dari masing-masing regu mengadakan sit jari secara bersama-sama. Setelah satu regu yang kalah telah diketahui barulah dimulai permainan sondok sondok an tonggak bantuan tersebut.

Awal permainan ini dimulai dimana regu (2 orang) yang kalah dengan memejamkan/menutup mata sambil menghadap kearah tonggak, kemudian pemenang sambil berlari mencari persembunyian, sambil berlari biasanya salah satu atau beberapa peserta sambil mengucapkan olun-olun berarti waktu yang kalah untuk membuka mata belum selesai. Lalu bagaimana isyarat bagi yang kalah bahwa satiap peserta betul-betul telah bersembunyi? Biasanya isyarat bagi regu yang kalah saatnya untuk membuka mata yaitu setelah tidak ada lagi terdengar suara peserta yang mau bersembunyi, dimana saat kondisi seperti itulah yang kalah untuk membuka matanya.

Apabila semua telah bersembunyi suasana dalam keheningan malam akan terasa pada saat itu, dua orang yang kalah tadi bersiap untuk mencari setiap peserta permainan, dalam percarian kedua peserta yang kalah tersebut harus berpencar atau berpisah arah, ini dilakukan agar lebih konsentrasi dalam pencarian, selama dalam pencarian inilah tonggak tidak boleh di pegang oleh peserta yang menang, kalau ada salah seorang yang memegang tonggak tersebut maka dengan kawan satu regu akan menjadi pihak yang kalah, tapi biasanya jarang terjadi hal tersebut sebab semua peserta berusaha mencari lokasi yang sulit dan kalau bisa berada pada lokasi terjauh dari tonggak.

Pencarian yang dilakukan memang penuh dengan tantangan sebab peserta yang kalah tersebut harus berjalan sendiri-sendiri dalam menyusuri setiap arena, sampai memanjat Pelak sekalipun harus dilakukan karena setiap pelak biasanya dipagar, setiap medan harus ditelusuri dengan cara diam-diam, kalau bersuara dalam pencarian akan diketahui oleh peserta yang sedang bersembunyi, biasanya peserta yang kalah harus berusaha datang dari belakang peserta yang sedang bersembunyi tersebut, kalau datang dari depan maka akan ketahuan sehingga yang bersembunyi dengan diam-diam juga bersiap untuk berpindah ketempat lain, cara berpindahnya pun harus penuh kejelian dan kehati-hatian sebab kalau tidak di keheningan malam nan sunyi suara sekecil apapun terkadang bisa terdengar sehingga akan keliatan oleh sipencari.

Berbagai cara persembunyian merupakan sudah menjadi hal biasa dilakukan oleh peserta yang menang, mulai dari berdiri, jongkok, maupun sambil tiarap. Ini tergantung pada kondisi yang ada, lalu kapan peserta menyerah dalam pencarian? Peserta menyerah dalam pencarian biasanya setelah keliatan oleh peserta yang kalah, sambil menyebut nama salah satu peserta yang menang setelah kelihatan, maka yang menang tadi akan keluar pertanda persembunyiannya telah berakhir, biasanya kalau sipencari atau yang kalah berpapasan langsung dengan yang bersembunyi pasti orangnya langsung diketahui, namun jika yang sedang dicari agak berjarak tentu akan samar-samar adanya, maka dalam hal seperti ini peserta yang kalah biasanya menandai ciri-ciri dari peserta sebelum bersembunyi, mulai dari warna celana, warna baju bahkan postur tubuh, kalau peserta yang sedang dicari hanya sedikit terlihat lalu lari, biasanya sipencari menyebut nama peserta dimaksud dengan cara berulang-ulang, kenapa demikian? Biasanya yang menang tidak akan menyerah begitu saja namun kejujuran para peserta sangat kelihatan dan tidak akan membela diri secara berlebihan dalam keadaan seperti ini.

Peserta yang kalah harus mencari sebanyak mungkin semua peserta yang menang kalau bisa semuanya ditemukan, sebab kalau tidak akan menjadi rumit, mengapa demikian? Misalnya yang ada 10 Regu otomatis yang bersembunyi ada 9 regu dengan jumlah 18 orang, setelah didapat peserta yang bersembunyi yang kalah harus kembali ke tonggak untuk memegang tonggak sambil menyebut nama peserta yang telah didapat, setelah yang kalah memegang tonggak maka keduanya harus berbagi tugas, salah satu diantara mereka harus menjaga tonggak, jangan sampai orang yang belum dapat atau ditemui memberi bantuan dengan memegang tonggak, jika ini terjadi maka permainan harus di ulang dan yang kalah tidak akan berubah.

Karena itulah yang kalah harus mencari sebanyak mungkin peserta yang bersembunyi dan kalau biasa seluruhnya, kalau semua yang bersembunyi bisa ditemui maka yang kalah akan berpindah pada regu dimana peserta yang ditemui lebih dulu, tapi hal seperti itu sangat jarang terjadi dan dijumpai, 9 atau 10 dari 18 orang saja ditemui biasanya itu sudah banyak, jika yang dapat katakan dalam pencarian awal 10 orang, maka 8 orang yang masih bersembunyi dan akan memberikan bantuan pada peserta sudah dapat. Lalu bagaimana yang 8 orang ini mengetahui bahwa yang kalah telah memegang tonggak? Biasanya peserta yang telah ditemui atau dapat berteriak sambil mengatakan “la dapek bori bantuan atau sudah dapat kasih bantuan” dengan ucapan berulang-ulang, setelah ucapan terdengar oleh peserta yang masih bersembunyi, disinilah saatnya perserta yang tersisa 8 orang tersebut mulai merapat/mendekati tiang, sembil mendekat mereka harus melakukan dengan berhati-hati, sebab kalau tidak 1 orang yang mencari akan terus mengintai dan yang 1 lagi menjaga tonggak pun selalu waspada, pandangan dan gerakan sipenjaga tonggak harus liar dan tidak boleh lalai sebab peserta yang masih bersembunyi akan selalu memberikan bantuan dari segala sisi.

Jarangnya terjadi semua peserta ditemuai pada pencarian besama (kedua orang yang kalah) baru memegang tonggak, ini dikarenakan pencarian yang lama dan permainan akan membosankan, namun apabila seberapa dapat segera dilakukan pemegangan tonggak maka permainan akan memberikan warna yang menghibur, peserta yang telah dapat harus sportif dan tidak boleh ikut berkeliaran di arena tonggak bantuan tersebut, sebab akan mengganggu peserta yang sedang kalah dalam pencariannya.

Durasi waktu 3 atau 4 jam permainan, yang kalah bisa saling bergantian dan bisa juga selama 3 atau 4 jam tersebut hanya satu regu saja yang merasakan posisi kekalahan, hal ini tergantung situasi dan kondisi terkadang pencarian bisa cepat terselesaikan. Kalau nasib lagi baik yang kalah biasanya sebentar memerlukan waktu dalam pencarian tersebut, namun apabila kurang beruntung nikmatilah kekalahan itu sampai berhentinya permainan dan bahkan masih banyak peserta yang belum di temui ketika permainan itu selesai, ketika permainan harus dihentikan karena malam sudah larut, biasanya himbauan untuk berhenti disampaikan oleh peserta yang ada disekitar tonggak.

Hal-hal yang unik terkadang ada terjadi dalam permainan sondok-sondok an ini, karena peserta yang tersisa terkadang sangat sulit untuk dicari atau ditemui, seharusnya mereka yang masih bersembunyi memberikan bantuan pada teman yang sudah dapat, malah berada pada tempat-tempat yang tidak disangka dan terkadang melanggar atauran permainan, seperti misalnya melewati batas, manjat pohon dan makan pulang kerumah. Dalam hal melewati batas yang tentu melanggar kesepakatan biasanya sulit untuk di ketahui oleh peserta lain selama permainan, Sedangkan manjat pohon dan pulang makan tidak masuk dalam aturan pelanggaran. Hal-hal seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tertentu dan tidak akan menjadi masalah besar dalam permainan ini. Kelakuan peserta seperti itu baru biasa diketahui esok harinya oleh 1 atau 2 orang, biasanya diketahui dari mulut orang berbuat hal-hal tersebut.

Hal-hal positif yang bisa diambil dari permainan sondok-sondok an/cari-carian yang harus ditanamkan sejak dini antara lain :
- Keberanian dalam kemandirian
- Kejujuran dalam aktifitas
- Silahtuhrahmi antar peserta selalu terjalin

Ket :
Sondok-sondok an = cari-carian / sembunyi
Pelak = Kebun yang dipagar
Tonggak = Tiang
Olun = Belum

Sepak Raga

Memperkenalkan kepada anda permainan tradisional masyarakat di propinsi Kepulauan Riau yakni Sepak Raga. Sepak Raga merupakan permainan tradisional masyarakat di Kepulauan Riau yang menjadikan bola dari anyaman rotan sebagai alat permainannya. Sepak Raga berasal dari kata Sepak dan Raga. Dalam bahasa

Melayu, Sepak diartikan tendang, sementara Raga merupakan sebutan untuk bola yang terbuat dari anyaman rotan. Bola dalam permainan Sepak Raga berdiameter sekitar 42 centimeter. Sementara beratnya mencapai lebih kurang 185 hingga 195 gram. Sebelum kini menjadi permainan rakyat, Sepak Raga merupakan permainan kerajaan. Sekitar abad ke-15, hanya keluarga dari Kerajaan Malaka-lah yang boleh memainkan Sepak Raga.

Sementara rakyat yang bukan termasuk keluarga kerajaan, hanya boleh menyaksikan pertunjukannya saja. Namun sejak Kerajaan Malaka mengalami keruntuhan hingga kini, Sepak Raga berubah menjadi permainan rakyat. Siapa saja termasuk anda dapat menjadi pemain Sepak Raga ketika berkunjung ke propinsi Kepulauan Riau. Yang menjadi daya tarik dari permainan ini yakni kepiawaian para pemain mempertahankan bola menggunakan kedua kaki dan kepala supaya bola tidak jatuh ke tanah.

Dalam sebuah pertandingan, Sepak Raga dimainkan oleh dua tim. Setiap timnya terdiri dari 3 orang lelaki yakni seorang pemain sebagai server atau tekong, seorang sebagai apit kanan, seorang lagi sebagai apit kiri. Ketika bertanding, posisi tekong selalu berada di tengah lapangan. Tekong bertugas melempar bola ke arah lawan, menerima bola, serta menahan serangan bola dari regu lawan.

Sementara, apit kanan dan apit kiri berada di sebelah kanan dan kiri Tekong. Mereka bertugas melemparkan bola ke arah tekong, menerima serta menahan bola dari arah lawan. Kedua tim Sepak Raga bermain di sebuah lapangan yang bentuknya seperti lapangan bola voly. Antara satu daerah dengan daerah lainnya dibatasi oleh sebuah jaring pembatas atau net dari jalinan benang nylon. Tinggi jaring pembatas mencapai 1 koma 55 meter, panjang 6 koma 10 meter serta lebar mencapai lebih kurang 0 koma 7 meter.

Pertandingan Sepak Raga memiliki aturan permainan. Ketika bertanding, pemain Sepak Raga diwajibkan untuk mengenakan penutup kepala dari kain serta tidak mengenakan alas kaki. Penutup kepala menjadi pelindung kepala ketika pemain memainkan bola menggunakan kepala. Permainan pertama dilakukan oleh apit kiri atau apit kanan yang memberikan bola kepada tekong. Bola yang diterima tekong kemudian ditendang menggunakan kaki ke arah lawan.

Bola yang ditendang tekong harus mampu melewati net atau jaring pembatas daerah satu dengan daerah lawan. Ketika bola berhasil melintasi jaring pembatas, lawan harus mampu mengendalikan bola. Secara kompak dan bergantian, tekong, apit kanan serta apit kiri memainkan bola dan mempertahankannya tanpa jatuh ke tanah. Setiap pemain Sepak Raga hanya boleh mengendalikan bola menggunakan kedua kaki dan kepala. Selama bertanding, mereka tidak boleh menggunakan tangan. Tangan pemain hanya digunakan untuk melempar bola arah tekong ketika server pertama dimainkan.

Pihak yang mampu mempertahankan bola tanpa jatuh ke tanah mendapatkan poin. Namun jika bola yang mereka mainkan jatuh ke tanah, pihak pemberi bola berhak mendapatkan satu poin dan pihak lawan dinyatakan kalah satu poin. Bola berpindah posisi ketika pihak pemain tidak mampu mempertahankan bola dan bola jatuh ke tanah. Begitu seterusnya hingga pertunjukan Sepak Raga usai. Yang berhak menjadi pemenang dalam permainan Sepak Raga yakni tim dengan poin terbanyak dan mampu mempertahankan bola tanpa memberi kesempatan kepada pihak lawan untuk memainkan bola.

Untuk menyaksikan pertunjukan Sepak Raga, anda dapat berkunjung ke propinsi Kepulauan Riau pada bulan Agustus. Setiap tahunnya, Sepak Raga menjadi salah satu permainan yang dilombakan untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik
Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar